
Saat ini, investasi aset kripto di Indonesia berkembang dengan cepat dan semakin populer, termasuk di kalangan Muslim. Kondisi ini kemudian memunculkan sebuah pertanyaan: apakah kripto halal atau haram dalam pandangan Islam?
Nah, untuk menjawab pertanyaan tersebut, perlu ditinjau secara lebih dalam terkait hukum kripto menurut Islam, termasuk fatwa MUI serta pandangan para ulama lainnya. Berikut penjelasannya.
Pandangan Hukum Islam terhadap Kripto
Melalui forum Ijtima’ Ulama Komisi Fatwa, Majelis Ulama Indonesia (MUI) telah memberikan keputusan terkait hukum penggunaan aset kripto. Secara garis besar, MUI menegaskan bahwa:
Fatwa MUI
Majelis Ulama Indonesia (MUI) melalui Ijtima’ Ulama Komisi Fatwa telah menetapkan ketentuan hukum kripto. Ringkasnya, fatwa MUI tentang kripto menyatakan:
- Kripto sebagai mata uang: haram. Transaksi kripto (Bitcoin, Ethereum, dsb) sebagai alat tukar dinilai mengandung gharar (ketidakpastian) dan dharar (bahaya), serta bertentangan dengan aturan rupiah.
- Kripto sebagai komoditas/ aset digital: secara umum tidak sah diperdagangkan jika belum memenuhi syarat jual beli syariah. Artinya, kripto harus punya wujud atau underlying yang jelas, dan nilai pasti. Jika belum, perdagangan dianggap spekulatif.
- Kripto syariah (memenuhi syarat): boleh diperjualbelikan apabila benar-benar memenuhi kriteria tersebut – memiliki aset dasar (underlying) yang jelas dan manfaat nyata – sehingga terlepas dari gharar dan larangan syariah.
Pendapat Ulama Internasional
Pendapat ulama dunia mengenai status aset kripto halal atau haram masih beragam. Sebagian melihat potensi positifnya sebagai instrumen baru dalam keuangan modern.
Beberapa pakar bahkan menyebut Bitcoin sebagai “emas digital”. Monzer Kahf, seorang penulis keuangan Islam, menilai Bitcoin sah dijadikan media pertukaran, meski tetap memiliki risiko manipulasi.
Di sisi lain, ada juga ulama yang bersikap lebih hati-hati. Contohnya, sejumlah ahli di Turki, India, dan Inggris menolak penggunaan aset kripto, bahkan Mufti Agung Mesir secara tegas melarang perdagangan aset digital.
Perbedaan pandangan ini menunjukkan belum ada konsensus global terkait hukum kripto menurut islam. Karena itu, fatwa MUI tentang kripto menjadi rujukan penting bagi investor Muslim di Indonesia.
Kriteria Halal dalam Investasi
Agar suatu investasi aset kripto dipandang halal, Islam mensyaratkan beberapa kriteria ketat. MUI menegaskan bahwa objek jual beli harus memenuhi syarat sil’ah dalam syariat. Secara ringkas, aset investasi jelas dan bernilai pasti harus terpenuhi:
Barang yang Jelas & Bernilai
Kripto idealnya didukung aset nyata atau underlying yang halal. MUI menyebut, objek jual-beli (sil’ah) harus wujud fisik atau nyata, memiliki nilai pasti, jumlah terdefinisi, hak milik yang jelas, dan dapat diserahkan kepada pembel.
Contohnya, koin digital yang didukung emas fisik atau properti halal akan memenuhi syarat nilai karena ada aset pendukung nyata. Tanpa kriteria ini, transaksi kripto mengandung gharar.
Tidak Mengandung Gharar Berlebihan
Gharar (ketidakjelasan) dilarang dalam muamalah Islam. Fatwa MUI tentang kripto menegaskan sebagian besar aset mengandung gharar dan maisir sehingga haram diperdagangkan. Oleh karena itu, kripto yang halal harus bersifat transparan dan terukur risikonya.
Transaksi kripto yang dilakukan spot trading misalnya, dianggap sesuai syariah karena tidak ada riba, tidak ada penundaan berlebihan, dan menghindari spekulasi. Dengan cara ini nilai dan risiko aset kripto dapat diukur secara wajar.
Contoh Aset Kripto yang Potensial Sesuai Syariah
Setelah mengetahui sedikit gambaran tentang pertanyaan aset kripto halal atau haram, ada beberapa aset yang kerap disebut-sebut memenuhi kriteria syariah.
1. Bitcoin (BTC)
Sering dianalogikan sebagai “emas digital”. Jika digunakan hanya sebagai simpanan nilai (store of value), transaksi Bitcoin bisa halal selama adil dan transparan.
Artinya, jika diperdagangkan seperti membeli-gadai emas fisik, bukan sebagai spekulasi, kripto ini dianggap memenuhi kriteria syariah.
2. Tether Gold (XAUT)
Stablecoin didukung emas fisik 1:1 dan dianggap dekat dengan prinsip syariah. Setiap XAUT mewakili 1 ons emas batangan, dan emas sendiri merupakan komoditas halal dalam syariat Islam, aset seperti XAUT dinilai syariah selama bisa ditukar dengan emas.
Analogi sederhananya, memiliki XAUT seperti menyimpan emas di brankas, hanya saja dalam bentuk digital. Syaratnya, aset ini tidak digunakan untuk praktik spekulasi berlebihan agar tetap sesuai dengan prinsip syariah.
Baca juga: Mengenal Islamic Coin, Aset Kripto yang Terapkan Prinsip Islam
Kripto Halal atau Haram?
Singkatnya, kripto tidak bisa langsung dikategorikan halal atau haram secara mutlak. MUI menegaskan bahwa penggunaannya sebagai mata uang hukumnya haram, namun sebagai investasi diperbolehkan selama memenuhi syarat tertentu.
Dengan demikian, jawaban mengenai aset kripto halal atau haram sangat bergantung pada jenis dan cara penggunaannya. Karena itu, investor perlu memperhatikan setiap aspek agar tetap berada dalam koridor investasi syariah.
Agar aman, sebaiknya memilih aset digital yang memiliki underlying jelas, memberikan manfaat riil, dan tidak digunakan untuk spekulasi berlebihan. Secara keseluruhan, kripto bisa menjadi bagian dari investasi syariah aset digital yang sesuai prinsip Islam.
Beli Kripto dengan Aman dan Praktis di Ajaib Alpha Sekarang!
Mulai perjalanan investasi kripto kalian dengan Ajaib Alpha, platform yang aman, teregulasi, dan mudah digunakan. Dengan pilihan aset kripto yang beragam dan biaya rendah, peluang pertumbuhan portofolio jadi lebih optimal.
Referensi
- MUI, Apakah Bitcoin Haram? Perhatikan 3 Ketentuan Hukum MUI, diakses 19 Agustus 2025.
- Aljazeera, Islam and cryptocurrency, halal or not halal?, diakses 19 Agustus 2025.
- MUI, Ijtima’ Ulama Komisi Fatwa Se-Indonesia VII, diakses 19 Agustus 2025.



